Sabtu, 07 Februari 2009

ketua DPRD Sumut tewas

KETUA DPRD SUMUT TEWAS.
Wahaha..1st headline news in a 1st newspaper that I read in the early morning. Wuihii..pagi-pagi udah ada berita begituan. Begitu cerita sama kakak, dibilang ketinggalan zaman. “Udah dari kemaren, dek..diberitain di tv. Ga nonton?” Gw cuma bisa bengong dan ngebatin “Oya di tv udah ada?” Gw bukan tipe orang yang dapet berita dari tv tapi lewat koran. Yah walaupun sejak di jatinangor ga pernah kaya gitu lagi tapi kalau di rumah kebiasaan teteuup jalan. Di rumah tiap pagi bikin roti, susu, siap semuanya terus duduk di teras rumah sambil baca koran pagi. Kalau mama lagi lewat langsung dibilang “Dek..dek. Kayak kakek-kakek tau. Minum kopi aja sekalian!” Mom, this is how I’m enjoying my morning. Baca koran sambil ngemil roti, nyeruput susu, and breath the real fresh air yang belum kena polusi apa-apa *ahay..so relaxing*. Just try it!
Ok, back to the topic!
Ketua DPRD -Abdul Aziz Angkat- tewas! Kok bisa? Karena massa? Demo anarkis. Hmm..terulang lagi dan lagi. Indonesia-Indonesia, mau mengkritik tapi ini negara saya! Tanah air saya, hidup dan mati saya *tuh, sampai pakai saya bukan gue*. Bukan salah negaranya sih tapi SDM nya aja pada ga bener. Gampang dihasut, provokasi, EQ nya mungkin belum bagus. Jadi kaya gitu. Tapi miris juga keadaannya kalau demo kaya gitu bisa bikin orang tewas. Segitu marahkah orang-orang? Apa mereka semua itu orang Tapanuli yang membela pembentukan provinsinya? Ga habis pikir.
Menurut saya, orang Indonesia belum siap masuk ke tahap demokrasi. Yang ditangkap dari demokrasi itu ya demonya saja, unjuk rasanya. Memang dari arti demokrasi itu sendiri pengaturan ada di tangan rakyat tetapi tetap harus ada batasan-batasan tertentu. Kalau semua hal selalu mengatasnamakan demokrasi ya itu bukan demokrasi namanya. Unjuk rasa menuju anarkis ditertibkan paksa oleh polisi dibilang melanggar demokrasi. Kalau nantinya pengrusakan fasilitas umum dibilang melanggar demokrasi, ga terima. Ga sadar kalau fasilitas umum itu dananya dari rakyat-rakyat juga. Kalau dirusak yang rugi rakyat juga, disia-siakan uang mereka begitu saja. Media juga turut berperan. Walaupun menganut prinsip netralitas terkadang menyudutkan pihak sana dan sini bahkan bisa menyudutkan kedua pihak *apa itu netralitas?*.
Balik ke Sumut! Apa yang diharapkan warga dari ketua DPRD yang baru menjabat selama dua bulan? Dari hasil jabatan sesingkat itu pasti belum ada progress yang signifikan. Menurut saya *lagi* ada dua jenis orang yang duduk di pemerintahan. Pertama, orang yang pada awalnya memperjuangkan keinginan rakyat tetapi karena sudah ‘enak’ menduduki kursi pemerintahan menjadi lupa tujuan awalnya. Ataupun yang kedua, dari awal beliau memperjuangkan keinginan rakyat dan ketika menduduki kursi beliau terus memperjuangkannya tetapi menemui banyak hambatan dan rintangan. Tidak memandang orang-orang tersebut berpendidikan tinggi atau rendah, organisasi atau bukan, bahkan orang yang paling maju di barisan depan saat unjuk rasa *no offense*.
Dilihat dari sisi lain, mungkin warga dan mahasiswa yang berunjuk rasa tersebut sudah mengajukan pembentukan provinsi *melewati anggota DPRD tentunya* itu sejak lama dan belum direspon oleh pemerintah setempat. Kesabaran sudah memuncak dan jadilah unjuk rasa sampai ribuan orang tersebut.
Indonesia-Indonesia. Tanya kenapa?
Hmm..pikiran udah mulai berat, otak udah mulai berat..tuh-tuh buktinya duduk gue udah sampe miring sebelah *???*. Mungkin dari tulisan gue kelihatannya pro-pemerintah tetapi ini beneran menulis dari sisi kemanusiaan yang diketuk ketika membaca berita ini. Mungkin ada pihak-pihak tertentu yang tersinggung, mohon maaf lho. Kelebihan hanya milik Allah SWT dan kekhilafan dan kekurangan itu milik manusia *loh..bunda dorce*
I’m out! See ya!